“La
Korn”
Selasa,
19 Nopember 2014
Ini hari terakhir kami di Bangkok.
Pagi-pagi aku sudah mencari nasi untuk breakfast terakhir. Sayang sekali bibi
yang biasa jualan nasi tok dimuka pabrik tidak ada. Pasar kecil-kecilan di
depan pabrik pun tidak ada hari ini. Untung kemarin aku sudah ditunjukkan oleh
Sheryl dimana aku bisa beli nasi tok selain di gang ini, yaitu dipasar yang
berada dua blok dari gang kami, yaitu di Sukhumvit 95. Aku menuju kesana dengan
cara keluar masuk gang sempit, lumayan menguji mental blusukanku.. hihihi...
Sebenarnya aku sangat menyukai
suasana pagi di sini, udaranya bersih dan sejuk. Pemandangan yang tidak biasa
ku temukan didaerah tempat tinggalku di Banjarmasin. Setiap pagi disini banyak
masyarakat yang duduk-duduk dikursi ditepi jalan, adapula yang berdiri didepan
rumah ato toko para pedagang dipasar pun tak ketinggalan. Mereka menyiapkan
makanan didalam wadah ato dikantong kresek. Mereka menunggu para monk yang setiap
pagi “berkeliaran” untuk memberi mereka sedekah berupa macam-macam makanan yang
mereka punya dan sekalian untuk didoakan. Sayangnya aku tidak berani terang
terangan mengambil gambar mereka. Aku hanya memperhatikan dari jauh.
Mereka sangat menghormati para Monk. Kursi di BTS, MRT dan City Line pun diprioritaskan untuk Monk, ibu hamil dan anak-anak.
Foto yang kuambil di Pasar pagi Sukhumvit 95
Mereka sangat menghormati para Monk. Kursi di BTS, MRT dan City Line pun diprioritaskan untuk Monk, ibu hamil dan anak-anak.
Negara ini sangat kaya dengan budaya
dan mereka benar-benar menjaga budaya
mereka. Salut buat mereka.
Selesai breakfast, kami bergegas
menuju bandara Suvarnabhumi. Kali ini kami kembali melalui rute pertama kali
datang. Dari BTS Bang Chak turun di BTS Asok, lanjut ke MRT Sukhumvit turun di
MRT Petchaburi lanjut lagi naik City Line Makassan terakhir turun di City Line
Suvharnabhumi.
Waktu keberangkatan City Line
berbeda dengan BTS dan MRT. Di sini kami menunggu cukup lama. Sesekali tedengar
suara dari bagian informasi yang mengatakan bahwa kereta akan datang setiap 15
menit sekali.
Suasana di Stasiun City Line Makassan
Didalam City Line arah ke
Suvharnabhumi ini kami melihat pemandangan yang lain dari biasanya, yaitu
daerah yang terus mengarah keluar kota. Bangunan-bangunan dibawahnya lebih
didominasi bangunan perumahan yang tersusun rapi warna dan bentuknya. Berbeda
dengan bangunan di kota yang didominasi oleh bangunan-bangunan pencakar langit
yang sangat bervariasi bentuk dan modelnya.
Sampai di bandara mulai lagi
petualangan, agak tegang sedikit,, hiiiiiy. Disini ada banyak loket yang
ukurannya besar dan luas yang ditandai dengan huruf-huruf di banner petunjuk
berwarna kuning. Cukup banyak hurufnya, aku sendiri lupa ada berapa huruf
saking banyak dan panjangnya lorong itu. Aku dan Dwi berpencar untuk mencari
loket cek in keberangkatan kami. Kami berpisah di bawah Huruf J. Dwi ke arah
huruf yang lebih awal, sedang aku kearah huruf setelah huruf J. Tapi karena tak
mau susah mencari, aku tinggal bertanya pada petugas di loket informasi. Dengan
ramah dan sigap pak petugas menunjuk huruf B di papan abjad yang terdapat
diatas mejanya.
Alhamdulillah sudah bisa menghemat
waktu dengan cara ini. Bagiku, kemanapun kita pergi, asal masih punya inisiatif
untuk senyum dan menyapa, insyaallah semua akan menjadi mudah.
Lagi-lagi air mineral yang kubawa
harus diambil, sama seperti kejadian di Bandara Juanda. Kali ini Dwi juga
dicegat karena perlengkapan mandinya tidak dimasukkan ke dalam kantong. Dengan
santai si mbak-mbak petugas membawa tas Dwi dan mebongkar isinya, mengambil
perlengkapan mandi dan memasukkan semuanya ke kantong plastik setelah itu baru mempersilakan
Dwi melanjutkan ke bagian berikutnya. Di bagian imigrasi semua berjalan lancar.
Hanya saja jauh sekali perjalanan kami menuju ruang tunggu yaitu di terminal
A2. Nah disana terkumpulah para penumpang yang akan berangkat ke Indonesia
dengan pesawat yang sama.
Aku yang masih trauma naik pesawat hanya berusaha tidur dan tidur. Walo ada beberapa kali goncangan yang menyebabkan kami harus menggunakan sabuk pengaman, namun aku tetap berusaha tenang. J
Aku yang masih trauma naik pesawat hanya berusaha tidur dan tidur. Walo ada beberapa kali goncangan yang menyebabkan kami harus menggunakan sabuk pengaman, namun aku tetap berusaha tenang. J
Kami pulang lewat Jakarta dan menginap dua malam disana karena
ingin mampir dulu di Istiqlal, Monas dan beli oleh-oleh di Tanah Abang.
Over all, this is a very-very nice
advanture in my life. Hope next time i can do it again but in others country.
See u in my next trip na...
0 komentar :
Posting Komentar