Pages

Assalamualaikum... Selamat datang di duniaku, enjoy my blog
Tampilkan postingan dengan label Jalan-jalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jalan-jalan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 30 April 2015

Bamboo rafting di Loksado



Hari itu kamis, 02 April 2015 sekitar pukul tujuh pagi aku dan teman-teman dijemput dirumah Indah.
Kami sempatkan sarapan di warung ketupat kandangan di desa padang Bati-bati. Selesai sarapan perjalanan berlanjut, tiba di Martapura kami bergabung dengan rombongan yang lain lalu berjalan beriringan sampai di pasar kandangan. Waktu menunjukkan pukul 11 lewat, kami mampir dulu di rumah orang tua bu Mega yang terletak di belakang pasar. Setelah rombongan berikutnya datang, kami makan siang di pojokan pasar, warung sederhana namun menunya lengkap, Banjar bangeeet..

Numpang narsis di tugu hari jadi HSS
Makan siang di pasar Kandangan
Usai sholat zuhur kami melanjutkan perjalanan ke Loksado. Sebelumnya aku tidak pernah ke sana, jalannya menanjak, dikiri jalan berupa tebing dan dikanan jurang, mirip sekali jalan ke puncak, hanya saja tanaman disini bukan teh melainkan sawit, karet ato tanaman buah juga tanaman hutan.

Satu jam melalui perjalanan menanjak cukup membuatku tegang dan berasa trauma untuk lain kali kesini lagi. Setelah lelah berspot jantung ria akhirnya tibalah kami di cottage yang sudah dipesan kemarin. Cottage ini terletak di Desa Tanuhi, persis di obejek wisata pemandian air panasnya. Pemandangan lumayan indah dengan bangunan-bangunan terpisah bergaya eropa. Melihat pemandangan seperti ini aku teringat salah satu tempat di Malaysia, yaitu Berjaya Hills, sayang kemarin kami tidak sempat mampir kesana.

Cottage Tanuhi
Di area cottage ini terdapat satu buah kolam renang besar, kolam kecil dan beberapa kolam pemandian air panas, baik yang besar maupun kecil. Satu buah bangunan kantin dan satu buah tempat resepsionis dan gudang.

Cottage ini dibangun per buah, dengan dua kamar dibawah dan diatas, serta dua buah garasi mobil di kanan dan dikiri. Tangga untuk keatas pun berada di garasi jadi tidak menggangu penghuni kamar yang dibawahnya.

Setelah berbenah dan melepas lelah sebentar, kami mulai berkeliling sambil menunggu lanting (susunan batang bamboo yang diikat) yang disiapkan untuk kami sore itu. 

Pukul 5 waktu di jam tangan kami, kami berangkat, diantar dengan mobil menuju tempat turun ke lanting. Ada perasaan takut saat itu, karena itu kan bertepatan dengan malam jum’at apalagi si bapak bilang kalo perjalanan ditempuh dalam waktu 1,5 jam, itu artinya magrib kami baru sampai.

Dengan harap-harap cemas aku menginjakkan kaki dilanting, diikuti teman-teman yang lain. Ingin sekali aku berkata tidak jadi ikut, tapi perasaan lain mengatakan, kapan lagi aku bisa merasakan sensasi naik lanting yang sudah lama aku inginkan. Dengan mengucapkan bismillah, kami memulai petualangan ini. Teman-teman yang lain sepertinya berpikiran sama denganku. Dilanting yang sebenarnya hanya cukup untuk 5 orang, kami paksa untuk dinaiki 6 orang + 1 anak kecil. Ditambah suasana sungai yang sepi, air sungai yang tenang tanda sungai cukup dalam, hal ini juga terlihat ketika si bapak guide kami menancapkan tongkat kayuhnya ke dasar sungai, terlihat ujung tongkat tinggal beberapa puluh centimeter. Ku perkirakan panjang tongkat itu sekitar 4 meter. Kami saling berpandangan ketika melihat kejadian itu, hiiiy… padahal diantara kami ber 7 hanya 2 orang yang bisa berenang, yaitu bu Mega dan si bapak guide pengayuh lanting.

Indah in action
 Andai kami memakai pelampung satu-persatu, mungkin perasaan takut ini akan sedikit ebrkurang, namun kenyataan berlaku sebaliknya, aku terus saja dicekam ketakutan baik itu ketika melalui air yang berombak karena terdapat banyak batu, maupun ketika air tenang karena tahu airnya dalam.
Menit demi menit kulalui terasa begitu lambat dan hari semakin gelap. Aku masih berzikir dan berdoa didalam hati, sampai si Indah membuat ulah, dan mulailah suasana agak mencair. Kami juga tidak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto.

Pura-pura heboh, haha..
Pemandangan memang sangat indah dilihat dari atas lanting, gunung-gunung dan tebing yang tinggi, ladang (tanaman padi di lereng bukit), tanaman-tanaman di pinggir sungai yang menjuntai, serta bulan yang sudah mulai tampak membuat takjub yang memandang.
Azan magrib berkumandang ketika kami masih dilanting, hari benar-benar sudah gelap ketika lanting di dekatkan pada sebuah batang (Susunan kayu/bambu tempat warga setempat mandi di sungai).  Ketika kaki kanan menyentuh tanah, lega lah perasaanku.

Andai saja petualangan itu dilakukan pagi hari plus pakai pelampung, mungkin perasaan kami tidak akan setakut ini dan pasti akan sangat exited. Tapi tak apalah, yang penting sudah tidak penasaran lagi dengan yang namanya belanting di Loksado :D. Dipinggir jalan sudah menunggu teman-teman yang tadi mengantar.

Sampai di kamar kami mengantri mandi. Setelah mandi, di lanjut sholat magrib terus makan malam di kantin. Seteah makan kami ganti pakaian lagi, pakaian yang tadi sinag dipakai belanting karena kami akan mencoba sensasi mandi di kolam air panas. Baru ujung kaki ku masukkan ke air, sensasi panasnya sangat terasa. Aku perkirakan air panas itu bersuhu sekitar 60 derajat. Sangat panas, aku hampir tidak tahan. Namun karena melihat teman-teman berendam seluruh badan, maka aku pun mencobanya, apalagi mereka seperti manas-manasiku karena dari tadi hanya kaki yang berendam.
Aku kan panasan, masa mereka bisa aku tidak? Akhirnya, nyemplung lah aku seluruh badan, haha.. panas panas segerrrrr..

Setengah jam berendam sudah ada yang pusing. Malam juga sudah larut dan kami sudahi acara berendam malam itu. Lagi-lagi kami ber 5 harus mengantri mandi dan seperti biasa akulah yang terakhir karena aku tidak mau bercampur dengan teman-teman yang lain, maklum, masih original.

Selesai ritual mandi dilanjutkan sholat isya dan kemudian tidur dengan posisi berdempet-dempetan karena ranjangnya cuma satu sedangkan jumlah pesertanya ada 6 orang, hahaha.. tapi seru. Perajalan kali ini benar-benar seru karena menjalin keakraban antara teman satu kantor.

Hari masih gelap, sehabis sholat subuh, diluar sudah terdengar suara bising dari tape mobil yang memutar lagu dangdut koplo, haha,, siapa lagi kalo bukan pak Dirman. Dia sengaja membunyikannya nyaring agar kami semua bangun dan keluar untuk senam. Bapak-bapak yang lain ikut kumpul diluar sambil ngopi. Aku dan yang lain lebih pilih berkemas, agar nanti tidak ada yang ketinggalan.
Setelah semua rapi, kami juga keluar untuk jalan-jalan dan berfoto kenang-kenangan di depan. Sebagian juga ada yang mencari-cari sinyal hp agar bisa berkomunikasi dengan keluarga. Maklumlah, ini kan gunung, jadi sinyal hp antara ada dan tiada.

Mampir lagi liat pemandangan yang indah selagi kabut belum hilang
Sekitar jam 7 pagi kami meninggalkan cottage menuju pasar Kandangan untuk sarapan. Usai sarapan perjalanan dilanjut ke Pasar Martapura mencari sedikit oleh-oleh lalu lanjut ke Pelaihari. Sekitar pukul 4 sore aku tiba di rumah.

Alhamdulillah, pejalanan telah usai. Sangat menegangkan, cukup melelahkan dan lumayan seru. Next trip ke Kotabaru lagi. Samber Gelap, I’m coming^^.

Kamis, 26 Februari 2015

Rumah Makan Tepi Danau Pelaihari

Setelah Labirin di Tambang Ulang dan Bukit Teletubies di Tampang, sekarang ada satu lagi yang baru dan seru di Kabupaten Tanah Laut, yaitu Rumah Makan Tepi Danau yang terletak di kawasan PTP Pelaihari. Tidak jauh untuk sampai kesini, jarak dari jalan raya ke lokasi hanya 2-3 km, tinggal mengikuti petunjuk yang ada. Rumah makan ini baru dua bulan beroperasi. Menurut si empunya, mereka berjualan disini sejak awal 2015 kemarin. Tak kalah dengan tetangga alias saingan satu-satunya, yaitu Rumah Makan Padlan yang sudah berdiri sejak tiga tahun yang lalu, rumah makan satu ini juga cukup ramai dikunjungi.
RM Tepi Danau Pelaihari
Menu yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan rumah makan pada umumnya, hanya saja disini ikannya masih segar, baru ditangkap, langsung diproses. Selain itu, pemandangan yang indah memanjakan mata pastinya menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Oia, jangan khawatir soal harga, yang pasti tidak akan membuat kantong kamu bolong :D
Panas euy..
Selain berkayuh menggunakan jukung, disini juga disediakan banana boat, perahu karet dan perahu bermesin ato kelotok. Bagi anak-anak, juga diperbolehkan untuk berenang di danau ini.

Yang hobi memancing, ditepi seberang danau ini cukup banyak terdapat pondok-pondok kecil untuk bernaung saat memancing.



Untuk yang hobi foto, tempat ini sangat pas untuk berpose. Langit yang biru, awan yang putih, gunung yang hijau serta air danau yang tenang sangat cocok untuk menjadi objek foto, seperti lukisan alam yang sering kita kumpul pada mata pelajaran menggambar sewaktu SD^___^.
Kayak lukisan waktu SD kan?
Tertarik untuk datang ke Pelaihari?^^



Kamis, 05 Februari 2015

Bukit Teletubies Pelaihari

Bukit Teletubies, begitu sekarang orang-orang menyebutnya. Nama sebenarnya dari bukit ini adalah Gunung Rimpi. Gunung ini terletak di Desa Tampang, Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. Letaknya yang tepat dipinggir jalan membuat tempat ini semakin cepat terkenal karena kerumunan diatas gunung membuat penasaran orang-orang yang melintas dibawahnya. Akupun baru tahu tentang kehebohan bukit ini sejak pertengan Desember 2014 lalu. Hanya saja tibanya musim hujan dan kesibukan akhir tahun membuatku tidak punya kesempatan untuk kesana diawal kehebohannya, haha.. Baru Jum’at kemarin 23 Januari 2015 aku bisa kesana ditemani oleh kak Tuti.

Hari itu cukup cerah sehingga paginya sudah kami jadwalkan untuk pergi kesana seusai jum’atan. Jarak dari tempat tinggal kami ke Bukit Teletubis hanya 4 km, karena itu, kami hanya menghabiskan waktu 10 menit untuk sampai disana. Suasana dibawah sepi, semoga saja hari itu orang-orang malas pergi kesana. Dan aku sangat berharap semoga tidak bertemu dengan teman-teman yang lain. Malu kan, tinggal disini tapi ikut-ikutan heboh seperti mereka yang tinggal diluar kota.
Penampakan dari bawah. "Naik aja susah gimana bawa helm?"
Setelah memarkir motor dikaki bukit, kami langsung mendaki. Ternyata cukup sulit pemirsa, gunung ini memiliki sudut lebih dari 45 derajat. Tidak adanya semacam tangga, pijakan yang berundak, pegangan atopun tali yang di bentang membuat para pendaki cukup kelelahan dan beresiko jatuh. Aku saja sempat berkeringat tapi tidak terlalu capek sih. Ini masih ¼ nya capek ketika mendaki 272 anak tangga di Batu Caves. Ada pemandangan yang aneh disini, dengan kemiringan yang super curam ini, aku heran kok ada sepeda motor yang bisa sampai diatas?
Tuh motornya,, herman saya...???
Sampai dipertengahan bukit, kami beristirahat dan mengambil beberapa foto. Kebetulan juga dipuncak masih penuh dengan sekawanan adik-adik muda.
Bukit Teletubies Pelaihari


Setelah mereka turun, kami mulai melanjutkan pendakian ke puncak. Pemandangan dipuncak sungguh amazing, pas banget buat bersantai. Sayang, anginnya terlalu kencang dan udaranya dingin. Mungkin ga cocok juga ya buat piknik.
Kak Tuti di puncak nih. Sayang masih terlihat sampah yg dtinggalkan sembarangan.
Ketika rombongan lain mulai naik ke puncak, kami putuskan untuk turun. Turun pun tidak jauh beda dengan ketika naik, harus ekstra hati-hati karena disini tidak ada alat bantu satu pun. Semua bergantung pada diri sendiri untuk menyeimbangkan badan.

Pulang dari Bukit Teletubies, Kak Aulia mengajak kami untuk makan di RM Fadlan yang terletak di PTP. Aku baru pertama kali kesana, namun sudah jatuh cinta dengan tempat itu. Bagaimana tidak, aku sangat merindukan suasana seperti ini. Bisa naik jukung di tempat yang tenang dengan pemandangan yang menyejukkan mata.
Nice view from RM Padlan

RM Padlan PTP Pelaihari
Kak Tuti mengulur tali jukung, tak mau melewatkan kesempatan emas ini, segera saja kuikuti melepas tali diujung yang lain. Kali ini pun tidak ada alat bantu keselamatan. Walo aku ga bisa berenang, tapi Kak Tuti kan bisa, paling tidak jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Kak Tuti dan orang-orang yang sedang makan bisa langsung menyelematkanku.
Kayuh maaang...

Kak Tuti mengayuh jukung dengan santai. Aku teringat masa-masa kecilku dulu. Aku sering diajak kakek naik jukung mencari ikan, ato naik jukung bersama ibuku di sawah. Benar-benar indah. Sekarang naik jukung diair yang tenang benar-benar sebuah kemewahan buatku.
Enjoy this momment
Hari yang menyenangkan ditutup dengan makan sore di tepi danau yang indah. Puwaaaas banget deh hari ini. “Mendaki gunung lewati lembah” kata Ninja Hatori. Ternyata alam Tanah Laut cukup indah ya J

Kamis, 01 Januari 2015

JJ Denpasar part 4

Jam 5 subuh aku bangun untuk sholat subuh. Ku lihat Sarah dan Tara masih rapi tertutup selimut. Selesai sholat, ku lanjutkan ritual tidurku. Suasana pagi yang mendung dan dingin membuatku betah dalam selimut.

Sekitar jam 8 pagi aku kembali terbangun dan tersadar bahwa aku sedang berada di Bali, lebih-lebih ini adalah hari terakhirku. Aku harus bangun dan pergi jalan-jalan, lagian istirahatku pun sudah cukup.

Aku teringat ketika Mei yang lalu aku bersama tiga orang teman tiba di Bandara Changi pukul 00.25 waktu Singapore dan kami harus menempuh waktu setengah  jam perjalanan menuju hostel. Sampai di hostel pun kami harus berbenah sampai waktu menunjukkan pukul setengah 3 dini hari. Ketika bangun pagi harinya, kami tidak bisa bermalas-malasan. Kami saling mengingatkan bahwa kami sedang berada di Singapore dan rugi besar jika datang jauh-jauh ke Sg hanya untuk tidur.
Itulah awal ceritaku di Singapore, mana ceritamu? J

Menyadari itu, aku segera ke kamar mandi, dandan dan jalan lagi. Kali ini tujuanku masih sama, yaitu Pura Taman Ayun di Menguwi. Bu Nen lah yang mengusulkan untuk pergi kesana. Tadinya aku mau pergi ke Pura Besakih, tapi Bu Nen setengah melarang karena lokasinya yang lumayan jauh.

Males bertanya seperti hari-hari kemarin, ku gunakan GPS seperti saran Bu Nen (lagi). Kurang lebih 1 jam perjalanan, akhirnya sampailah aku di Pura Taman Ayun Menguwi.

Setelah memarkir motor, kuikuti arak-arakan orang berjalan. Beberapa meter dari gerbang aku harus mampir di loket untuk membeli tiket masuk. Nah disinilah aku mulai teringat, sepertinya aku sudah pernah antri seperti ini. Masuk ke dalam aku teringat lagi suasana-suasana lain. Naik ke atas, melihat pohon bambu dan sungai di bawahnya, aku makin yakin bahwa aku memang sudah pernah kesana. Tak apalah, hitung-hitung reunian sama bangunan dan pohon-pohon disini.
Pura Taman Ayun
Kedatanganku 4 tahun yang lalu kesini adalah full untuk jalan-jalan. 3 hari di Lombok dan 2 hari di Bali. Karena malam itu ada masalah pada pesawat yang aku tumpangi, sehingga aku harus merelakan 1 malamku di Surabaya. Di Lombok pun tidak sesuai rencana karena jadwalku terganggu dengan masalah penerbangan tadi.

Tidak ingin repot, di Bali aku hanya menyewa taxi untuk mengantar ke tempat-tempat tujuan wisata. Pak supir membawaku ke Tanah Lot, Bedugul, Joger dan satu tempat lain yang aku tidak tahu namanya. Seingatku, tempat itu berdekatan dengan beberapa kantor. Nah sekarang aku baru tahu bahwa tempat itu bernama Pura Taman Ayun yang terletak di Menguwi.
Foto-foto alone deh :(
Hari itu, sepertinya Mila sedang patah hari dan butuh teman untuk curhat. Dia meneleponku dan menceritakan kisah sedihnya di hari sabtu.
Dari kisah itu, aku menyadari bahwa aku harus bersyukur bisa jalan-jalan, sendirian lagi dan tak perlu repot mengurus orang lain. Tapi tetap saja, seberat apapun mengatur teman, seseram apapun penginapan, sesusah apapun mencari makanan halal, sesedih apapun ingin sholat dan sejauh apapun ketika nyasar, kayaknya tetap lebih tenang jika ada teman walo hanya seorang.
Motor pinjaman, haha..
Disaat-saat seperti ini, aku jadi merindukan teman-temanku yang ribut, bawel, cerewet bertanya dan minta ini itu. Tapi itulah seninya jalan-jalan bareng teman, bisa berbagi duka dan suka bersama.
Hari sudah siang, kuputuskan untuk kembali dan tidur siang saja dikamar. Haha.. inilah kebiasaan yang susah untuk ku buang. Meskipun sedang jalan-jalan, tetap ku sempatkan untuk tidur siang meskipun hari sudah sore :D.

Jam 12 siang aku sudah berada di Jl. Cokroaminoto, seingatku disini ada mesjid yang lumayan besar dan pastinya jika ada mesjid, maka akan ada pula tempat makan halal. Benar saja, sebelum sampai mesjid, aku melihat tulisan “Warung Barokah” dengan lambang halalnya. Kuparkir motorku, mepet persis di pinggir jalan. Menu yang kupilih adalah rawon dan es teh manis. Pas banget dinikmati saat cuaca panas dan gerah seperti ini.
Warung Barokah
Nasi rawon dan es teh pun alhamdulillah habis ku lahap. Perjalanan berlanjut menyisir pinggiran menuju mesjid yang berada hanya beberapa ratus meter dari warung Barokah.

Setelah memarkir motor, telingaku menangkap suara riuh. Ternyata suara itu berasal dari arak-arakan di jalan raya. Ku tanya mbak-mbak yang baru keluar dari mesjid. Si mbak-mbak bilang kalo itu adalah arak-arakn untuk upacara Ngaben. Aku langsung mengambil beberapa gambar sambil terus berjalan mendekat. Sebenarnya pengen banget untuk menyeberang agar dapat menyaksikan dari dekat, tapi pakaianku melarangnya. Akan sangat kontras jika aku mendekati upacara itu. Si ibu yang berdiri disampingku mengatakan bahwa tidak apa-apa jika aku ingin ikut masuk dan menyaksikan langsung. Tapi kembali lagi, aku merasa sangat berbeda dan para Pecalang yang mondar mandir di gerbang kuburan membuatku mengurungkan niat.
Ngaben
Dengan berat hati kumatikan kamera dan balik arah menuju mesjid. Air wudhu yang dingin seketika meluruhkan kepenatanku, rasanya ademmmm..
Akibat keseringan jalan sendalku sampai jebol :D
Usai sholat kuputuskan untuk ke rumah Mas Kresna mengembalikan motor yang sudah 2 hari ini ku sewa. Tapi sebelumnya aku mampir dulu di lapangan puputan hanya untuk sekedar bersantai.

Hari itu jalanan sekitar pusat kota sangat ramai dan macet dipenuhi mereka yang berpakaian adat khas Bali. Kulihat di sebuah rumah, para laki-laki berkumpul membuat sesuatu yang terbuat dari daun kelapa gading berwarna kuning. Entah apalah namanya.

Satu hal yang tidak kusukai dari Denpasar adalah jalannya yang kebanyakan satu arah. Aku benar-benar bingung dan kesal dibuatnya. Seingatku, ada dua kali aku mengelilingi jalan yang sama dikarenakan jalan satu arah ini. Jalan yang seharusnya lurus akan berbelok jika sedang ada ritual sembahyang, ini membuatku pusing untuk mencari jalan untuk kembali ke jalur awal. Andai itu jalan yang lancar, mungkin akan sedikit menghemat waktuku dan tidak perlu berpanas-panas ria serta berdebu.

Dengan susah payah dan masih mengandalkan GPS, tibalah aku di Kantor Pajak Pratama Badung. Rumah Mas Kresna berada persis diseberang kantor ini. Kepada Mas Kresna, ku serahkan motor, kunci, STNK serta sejumlah uang kekurangan sewa.

Aku diantar pulang oleh Pak Jamali, ojek langganan Mas Kresna. Sampai kamar aku bersih-bersih, sholat, lalu tidur. Kedua teman Kanada ku sedang tidak ada. Bangun tidur aku segera mandi. Keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya aku menyaksikan pemandangan dihadapanku.

Jujur, sampai kali ke dua pergi ke Bali, aku tidak pernah berpikir akan pergi ke pantai apalagi hanya untuk menyaksikan bule-bule berjemur dengan pakaian yang sangat minim. Nah kali ini aku sedang berada dikamar, bukan dipantai, tapi pakaian Sarah dan Tara membuatku seperti sedang berada di pantai. Ku lihat Sarah sedang duduk dikursi dengan hanya memakai bikini. Tara pun tidak jauh berbeda, hanya saja dia sedang duduk di bednya dan sedikit tertutup oleh selimut.

Mereka menyapaku ramah. Ku atur ekspresiku senormal mungkin. Ku pikir mereka pasti mengira aku sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Kami mengobrol sedikit tentang pengalaman hari itu. Mereka bercerita tadi pergi ke pantai untuk berjemur sampai kulit mereka terbakar dan kemerah-merahan. Aku bercerita tentang Pura Taman Ayun yang siang itu aku kunjungi.  Kubilang juga bahwa aku akan bersiap pergi lagi malam itu dan merekapun pamit untuk makan malam di bawah.

Kamis, 18 Desember 2014

JJ Denpasar part 2

Hari ke 3 diklat tidak diisi dengan belajar. Khusus hari ini semua peserta dimanjakan dengan jalan-jalan dan shopping dengan rute Pasar Seni Sukawati, Joger, Krisna, Pura Uluwatu, GWK dan ditutup dengan dinner di Jimbaran.

Di pasar Sukawati aku menemani seorang teman untuk mencari oleh-oleh. Aku sendiri malas jika bepergian harus mikirin oleh-oleh, menuh-menuhin koper, berat plus ribet, dan malu juga kebanyakan tentengan. Hihi..
bersama belanjaan masing-masing :D

1 jam keliling Sukawati, perjalanan lanjut ke Joger, temanya masih sama, belanja :D.

Disini aku beli beberapa potong baju titipan teman sekantor. Nah kalo dititipin, mau ga mau, hukumnya sunat mendekati wajib. Tapi yang nitip juga kira-kira dong ya, yang dititipin aja ga belanja, masa repot-repot nambah bawaan yang ternyata cuma titipan? Belum lagi bingungnya pas nyari ato milih-milih, selera orang kan beda-beda.

Dari Joger kami menyebrang jalan untuk makan siang di Wong Solo, katanya ini restoran teraman karena yang punya dan semua karyawan wajib muslim. Selesai makan kami melaksanakan sholat zuhur dan ashar jamak qasar berjamaah. Alhamdulillah lega, dan perjalanan pun berlanjut menuju Krisna. Bagi yang oleh-olehnya belum lengkap, bisa mencarinya disini.

Dari Krisna, perjalanan kami menuju makin ke selatan, yaitu ke Pura Uluwatu. Sebenarnya aku sudah lumayan capek, tapi karena sudah sampai, tanggung juga jika tidak ikut turun dan menikmati suasana di pura seindah ini. Sebelum masuk, setiap pengunjung lokal maupun internasional wajib mengenakan selendang yang sudah disediakan di pintu masuk. Banyak turis asing juga datang kesini. Kami segera berbaur dan berlomba mengabadikan moment perjalanan kami disini.
Ada Bu  Irma tuh di belakang
Aku, Bu Ramlah dan Bu Raida bergantian saling memoto. Terkadang juga ku gunakan timer agar bisa berfoto bersama. Memang canggih dan membantu banget kameraku ini. Pertama kali kupakai ketika aku pergi ke Bangkok tahun lalu. Banyak sudah hasil jepretaannya yang menjadi koleksi di folder fotoku. Komen positif pun sudah sering kudengar dari mereka yang melihat ato membantu mengambilkan foto. Kecil, mungil, simple namun sangat berguna. Kalo orang Malaysia bilang “comel”, dan sepertinya kamera ini sudah jadi bawaan wajib ke dua ku setelah hp.
Boleh lah ya :)
Di Uluwatu banyak monyet-monyet yang menjadi tontonan bagi turis-turis asing. Mereka bergerombol menyaksikan monyet-monyet yang sedang makan maupun bercengkrama. Aku berkeliling saja mencari pemandangan lain untuk dilihat daripada hanya sekedar melihat monyet, di Pulau Kembang juga banyak kok yang kayak gitu, wkwkwkkk…

Ketika teman-teman mulai berjalan menuju pintu keluar, akupun segera mengikuti. Kami bersiap melanjutkan perjalanan menuju GWK.

GWK yang merupakan kepanjangan dari Garuda Wisnu Kencana adalah sebuah patung besar yang berada di atas gunung kapur, terbuat dari gunung kapur yang dipangkas dan dipahat membentuk patung burung Garuda dan patung Dewa Wisnu yang sedang naik diatasnya.
Ini baru patung Dewa Wisnunya
Area ini sangat luas, patungnya pun berukuran sangat besar. Saat ini patung GWK yang direncanakan belum selesai pengerjaannya. Antara patung Dewa Wisnu dan patung Garuda masih terpisah jauh. Entah bagaimana caranya nanti untuk memindahkan patung Dewa Wisnu yang super besar itu ke atas patung burung Garuda. Yang pasti jika sudah selesai, patung ini akan menjadi patung terbesar didunia dan mengalahkan patung Liberty.
Foto bareng di depan patung Burung Garuda
Sampai disini belum selesai perjalanan kami, masih ada satu tujuan lagi, yaitu Jimbaran. Horeee.. menuju destinasi terakhir.

Waktu menunjukkan pukul 6 kurang ketika bus kami berhenti di sebuah rumah makan. Kami masuk, melewati jejeran meja dan kursi, terus berjalan menuju pinggir pantai yang sudah mulai ramai dengan pengunjung. Kami segera duduk 
di tempat yang sudah disediakan, berfoto-foto sambil memandangi mereka yang bermain air dipinggir pantai dengan background sunset yang indah. Beginilah suasana di Bali kalo magrib tiba, tidak ada yang berubah. Orang-orang tetap cuek main dan jalan-jalan.
Suasana Jimbaran sore hari
Ngikut gaya Bu Irma nih

Usai makan, badan sudah sangat lelah, mata mulai mengantuk. Untunglah ini destinasi terakhir, waktunya untuk pulang dan istirahat.
Udah malem
Sampai hotel, bukannya langsung tidur seperti harapanku, aku malah membuka laptop untuk mengerjakan tugas yang akan dipersentasikan besok, plus nangis-nangis bombay nontonin video dari Bu Nen. Bu Irma aja sampai bingung :D.

+++

Hari terakhir diklat diisi dengan persentasi dan diskusi. Kelompok pertama maju dan mempersentasikan hasil kerja kelompoknya. Jujur aku merasa bingung dengan hasil persentasinya. Kok beda dengan apa yang aku tangkap selama beberapa hari ini? Pas waktunya diskusi, benar saja, ternyata tidak hanya aku seorang yang merasakan itu. Anggota kelompok lain pun sama.

Akhirnya dari pagi sampai siang kami hanya membahas hasil kerja 1 kelompok tanpa ada waktu untuk membahas hasil kerja kelompok lain. Untungnya pak narasumber memberikan no hp dan alamat emailnya agar kami tetap bisa berkonsultasi jika nanti mendapat kesulitan setelah pulang ke Tanah Laut.

Ditengah-tengah diskusi, ibu-ibu sudah membahas jadwal sore dan malam harinya. Sedang aku dan beberapa teman lain memutuskan menyewa motor untuk jalan-jalan ke objek wisata terdekat.

Karena masih ada oleh-oleh yang kurang, sore itu bu Ramlah mengajakku untuk pergi lagi ke Krisna. Malamnya kami jalan ke Legian, liat bu le dan pak le keluyuran. Jujur aku merasa tidak tenang berada disini. Aku merasa salah tempat. Tidak sepatutnya aku berada disini. Ingin sekali segera pulang, namun teman-teman masih betah nongkrong dan berfoto-foto di depan Monumen Bom Bali.
Maksa banget fotonya, hahaha..
Ketika ada teman yang pulang, kamipun ikut pulang. Biar lambat asal selamat, itulah semboyan kami malam itu disaat gerimis menemani perjalanan pulang kami ke hotel.

Kamis, 04 Desember 2014

JJ Denpasar Part 1

Langit mendung diatas kota Denpasar mewarnai kepulanganku ke Banjarmasin. Seperti biasa, aku menjadi sedih jika harus mengakhiri jalan-jalanku.

Denpasar, ini kedua kalinya aku datang ke kota ini. Jika dulu khusus jalan-jalan saja sendiri, kali ini aku ditugaskan untuk mengikuti diklat yang bertempat di Badan Diklat Propinsi Bali.
Sejak aku punya seorang teman yang cukup akrab di Bali, aku jadi tertarik untuk datang lagi ke sini. Tapi tidak jika aku diminta pergi untuk semua yang menyangkut pekerjaan, aku hanya ingin refreshing dan have fun in Bali. Karena itu, disini aku akan lebih banyak bercerita tentang jalan-jalanku ketimbang bercerita tentang diklat.

Awal Oktober aku sudah beberapa kali merencanakan liburan di Bali. Tapi selalu saja gagal dengan bermacam-macam alasan, sampai aku pasrah. Tapi yang namanya rejeki,  ternyata ada saja jalan untuk ku pergi ke kota ini, kota yang meninggalkan begitu banyak kenangan, baik suka maupun duka. Sedih rasanya harus pulang, tapi kenyataannya ini bukan tempat tinggalku, aku harus kembali ke kota asalku, Banjarmasin. Banyak yang menantiku disana, terutama pekerjaanku yang pasti sudah menggunung tinggi. Hehe..
+++
Aku berangkat sendiri, menumpang dengan teman yang juga mau terbang ke Bandung pagi itu.
Jujur, sampai hari ini trauma naik pesawat itu masih ada. Mendengar ada gangguan operasional, aku jadi sangat tegang karena pesawat itu yang akan kunaiki.
Ingin rasanya aku batalkan perjalanan ini, pulang dan bekerja dikantor seperti hari-hari biasa. Tapi pasti sudah sangat terlambat, karena tiket pesawat pp sudah ku kantongi, voucher hotel sudah ku pegang bahkan sewa motor pun sudah ku dealkan. Aku pasrah.. apapun yang terjadi, aku sudah terlanjur menyanggupi. Ini adalah tugas dan pekerjaanku. Bismillah..

Pesawat take off pukul 11.30 wita dari bandara Syamsudinnoor Banjarmasin. Gangguan operasional menyebabkan delay sampai 2,5 jam dari jadwal semula pukul 09.00 wita. Benar saja, penerbangan kali ini agak menyeramkan. Aku merasa pesawat tidak stabil, bergemuruh dan bergoyang. Entahlah, semoga ini hanya ada dipikiranku saja. Tapi ketegangan ini sudah sukses membuatku meneteskan air mata. :(

1 jam transit di Surabaya, perjalanan berlanjut ke Denpasar. Kali ini aku sudah bergabung dengan teman-teman rombongan diklat yang lain karena pesawat yang harusnya membawaku ke Denpasar sudah terbang duluan meninggalkanku. Banyaknya jumlah orang yang kukenal, membuatku sedikit lega.
Alhamdulillah, landing dengan selamat di Dps
Kami landing di Bandara Ngurah Rai Denpasar sekitar pukul setengah 3 sore. Waktu di Denpasar sama dengan waktu di Banjarmasin, sehingga aku tidak susah menyesuaikan waktu. Rombongan kami dijemput bus hotel yang membawa kami menuju tempat tinggal selama 6 hari di kota ini.

Malam pertama di Denpasar ku habiskan dengan tidur, bahkan makan malam pun sampai kulewatkan.
+++
Diklat hari pertama, jam 7 pagi kami sudah berpakaian rapi saat sarapan. Selesai sarapan lanjut ke Bandiklat Prop Bali yang berjarak kurang lebih 500 meter dari hotel. Pembukaan diklat dilaksanakan pukul 10.30 dilanjutkan dengan coffee break dan belajar. Aku paling tidak suka belajar dengan hanya duduk dan menyimak teori, bikin ngantuk. Aku lebih antusias jika belajar dengan metode praktek.

Disaat sedang boring, tiba-tiba masuk pesan dari Bu Nena, temanku yang tinggal di Denpasar (yang rumahnya didekat toko temanku :D). Katanya dia sedang berada disekitar tempatku diklat. Langsung saja kuminta dia mampir. Janjinya sih rabu baru datang, tapi ga apa kan kalo bisa ketemu lebih cepat? Kebetulan aku juga ga sreg sama acara ibu-ibu untuk shopping.

Sebelum ketemu aku mikirnya macam-macam. Gimana ya aslinya Bu Nen, apa sebaik dan seramah ketika kita ngobrol di dumay? Apa dia akan senang bertemu denganku ato sebaliknya?

Pas aku mandi, teman sekamarku mengetuk pintu kamar mandi, memberitahukan bahwa temanku sudah datang. Selesai mandi, dengan harap-harap cemas segera ku temui Bu Nen.

Diluar aku melihat seorang cewek masih berpakaian seragam hansip plus jaket sedang duduk mengutak atik hpnya. “Bu Nen” sapaku.
"Hai" katanya sambil melambaikan tangan. Dia hanya menoleh sebentar ke arahku.
“Aku mau sholat dulu ya” lanjutku.
“Iya lanjutin aja” jawabnya singkat. Segitu aja? Hmm..

Selesai sholat, aku bersiap secepat mungkin, kasian ditunggu orang diluar, mana masih pake seragam lagi, xixixii..

Sekarang aku sudah berdiri tepat dihadapan Bu Nen. Bu Nen aslinya tinggi, lebih tinggi dari Dwi. Kalo Dwi mengibaratkan dirinya seperti tiang listrik, trus Bu Nen apa dong? (haha,, becanda. Bu Nen proporsional kok, akunya aja yang kurang tinggi :D)

Kami sedang berjalan menuju parkiran ketika tiba-tiba Bu Nen nyeletuk “Refma ya?” tanyanya bercanda.
“Bu Nen ya?” balasku. Kami spontan tertawa bareng..
Iya, akupun masih setengah ga percaya kalo yang sedang berjalan disampingku adalah Bu Nen orang yang selama ini hanya kukenal lewat dunia maya.

Sore itu Bu Nen mengajakku ke Monumen Braja Sandi sebuah monumen perjuangan rakyat Bali yang terletak tidak jauh dari hotel tempatku menginap.
Kami masuk dan berkeliling sebentar didalam sambil ngobrol. Bu Nen di dumay ga jauh beda dengan Bu Nen aslinya,  selalu seru buat jadi teman ngobrol.
Bu Nen baru tau nih caraku ngambil foto

Katanya pinter moto, kok masih kabur sih?
Lelah berkeliling, Bu Nen mengajakku untuk minum di Veranda Café. Disitu Bu Nen lah yang lebih banyak bercerita. Tentang keluarganya, pekerjaannya, orang-orang disekelilingnya, sampai pada kisah pribadinya. Sungguh, andai aku yang berada di posisinya, belum tentu aku bisa kuat dan bertahan.

Masalah pribadi yang tak kunjung datang solusinya saja sudah membuatku nyaris putus asa, apalagi jika harus ditambah dengan masalah agama dan sosial yang di kotaku tak pernah ada, bahkan terpikir pun tidak. Aku salut denganmu Bu Nen, 2 jempol tangan + 2 jempol kaki untukmu, Ups... Hahaha..

Aku juga sangat salut buat keteguhan imannya. Ditempat seekstrim ini, Bu Nen bisa bertahan dan tetap sukses menjalin hubungan baik dengan mereka yang meragukannya. Aku saja yang dididik sedemikian rupa sejak kecil, segini-gini aja imanku. Masih sering turun naik dan pasang surut bak air laut. Sekali lagi, salut banget buat Bu Nen yang mampu berjuang sendiri.

Tak terasa hari sudah magrib, Bu Nen mengantarku kembali ke hotel dan dia janji akan datang lagi besok jika aku ada waktu luang.
+++
Diklat hari ke 2, kami masih belajar teori, untungnya pelajaran diakhiri lebih awal sekitar pukul 3 sore. Yang jadi masalah adalah aku dipercaya untuk mengkoordinir uang patungan untuk jalan-jalan besok harinya. Inilah yang membuatku tidak bisa pulang lebih cepat. Namun dengan alasan sudah kebelet, akhirnya aku bisa menitipkan uang pada teman dan pulang ke kamar untuk mandi dan sholat. Aku ga enak sama Bu Nen jika hari inipun dia harus menunggu lama seperti kemarin.

Bu Nen datang dengan membawa serta bolu kukus dan pie susu, kue jajanan khas Bali. Sore itu dia mengajakku ke Pantai Sindhu.
Kami berjalan menyusuri pinggiran toko. Bau dupa dimana-mana, mungkin ini yang membawaku pada kenangan ketika sedang berada di Bangkok. Bau-baunya mirip banget.
Foto diambil masih dengan teknik yang sama :D
Setelah cukup jauh berjalan, kami putuskan untuk duduk-duduk di bahu jalan dengan batas batu karang yang berada tepat di bibir pantai. Sambil menikmati pemandangan pulau seberang serta kapal-kapal yang berseliweran diselingi ombak berkejaran, kembali Bu Nen bercerita tentang masa-masa sekolah dan kuliahnya. Kami juga membahas awal mula kami semua berkenalan. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena all about TJ. Apaan tu TJ? Semacam kue ato minuman kah? Haha.. tidak sembarang orang tau TJ, tapi kalo kamu sudah tau, cukup simpan dalam hati aja sebagai souvenir.
Cantik banget si ibu :D
Anehnya, semenjak kami semua gabung dan membuat grup, kami menjadi sangat akrab dan dekat, bahkan lebih dekat daripada teman sekantor yang setiap hari bertemu denganku. Semoga pertemanan kita ini bisa langgeng ya sob.. :)