Jum'at, 9 Mei 2014
"Harap-harap cemas"
Aku berpisah dengan rombongan diklat
bendahara persis didepan pintu masuk keberangkatan bandara Juanda Surabaya.
Setelah menitipkan koper dengan Mbak Wiwik dan Fadli, aku melangkah enjoy
menuju anjungan untuk menunggu teman-teman dari Banjarmasin.
Sebenarnya aku sangat capek setelah
sembilan hari diklat di kelas plus empat hari Observasi Lapangan di Kota Batu
Malang, namun inilah kesempatannya, tak mungkin aku sia-siakan. Alhasil,
berangkatlah aku dan tiga orang teman lain ke Singapura dan Kuala Lumpur.
Berbekal sebuah tas ransel dan sebuah tas jinjing, aku mantap. Apapun yang
terjadi, semua sudah terlanjur, maju terus pantang mundurrr... He.
Oia, perkenalkan teman-teman dalam
perjalananku kali ini, yaitu Kak Tuti dan Kak Aulia temanku satu rumah dan
Mutia adiknya Kak Aulia. Englishnya lancar loh, lumayan bisa maju kalo aku
kehabisan modal,, wkwkwk...
Setiba diterminal 2 Juanda,
teman-teman langsung sholat kemudian cari makan. Situasi di terminal 2 cukup
lengang, mungkin karena baru sehingga tidak banyak stand yang ada. Kursi duduk
pun tak terlihat terkecuali kursi di restoran. Setelah beres semua, kami cek in
dan langsung naik ke atas, keruang tunggu. Sekali lagi, mungkin karena baru, kurasa
petunjuk disini masih kurang sehingga kami harus bertanya arah dahulu sebelum
sampai ke ruang tunggu.
Suasana di Terminal 2 Bandara Juanda Surabaya |
Ruang tunggu disini tidak seperti di
terminal 1 yang dipisahkan oleh dinding. Disini hanyalah kursi yang disusun dan
diberi batas ditiap pintu keluar dengan nomor gate.
Aktifitas di ruang tunggu, dan dimanapun anda berada, hehehe.. |
Narsis dulu ah.. |
Pesawat kami delay setengah jam,
namun itu tidak mengurangi semangat kami. Bayang-bayang petualangan seru terus
melintas diotakku.
Seperti biasa, didalam pesawat aku
selalu berusaha untuk tidur, sampi waktunya landing. Pemandangan malam dari
atas sangat indah. Lampu-lampu disana sini, sejauh mata memandang. Kebetulan
aku duduk disamping jendela, jadi bisa sepuasnya melihat-lihat kebawah sampai
lupa sama traumaku.
Sabtu, 10 Mei 2014
"Gempor"
Changi pukul 00.15, sepi, lengang.
Kami berjalan mengikuti arak-arakan penumpang yang mulai terpencar sampai kami
tiba di sebuah taman. Teman-teman langsung menyerbu untuk mengambil foto. Aku
mendekati komputer yang berderet di sepanjang jalan. Aku hanya iseng mencari
info untuk sampai di Bugis St. pada dini hari.
Kami turun dengan tak lupa mengambil
peta yang sudah disediakan di beberapa sudut bandara. Urusan di imigrasi pun
cukup singkat, jelas saja, karena hanya kami berempat yang dilayani.
Kami keluar dengan sedikit kebingungan.
Bandara sudah sangat sunyi, kami hanya mengikuti petunjuk taxi dan exit. Kami
sempat keluar bandara mencoba untuk menyetop taxi, namun tidak berhasil,
sehingga kami masuk kembali dan mendekati antrian panjang orang-orang di depan
pintu keluar di sudut kanan bandara, ternyata mereka mengantri untuk
mendapatkan taxi. Kamipun ikut mengantri dan mendapatkan taxi sesuai giliran.
Sepanjang jalan supir yang mengantar
kami bercerita tentang Singapura. Sesekali beliau memberitahu kami nama temapat
yang kami lewati. Kurang lebih satu jam perjalanan, kami sampai di Hawai Hostel
tempat kami menginap. Hostel ini sangat mengerikan, tangganya sangat curam dan
tinggi. Terdiri dari empat lantai yang hanya bisa dicapai menggunakan tangga
tersebut. Kamar kami sangat kecil, ukuran 2x2 dengan 2 ranjang tingkat dan
sebuah wastafel. Setelah bersih-bersih, akupun tertidur.
Sekitar jam 8 pagi kesadaranku baru
full,, sebenarnya masih sangat ingin bermalas-malasan di tempat tidur setelah
enam belas hari waktuku diatur. Tapi oh no.. ini Singapur guys.. wake up !!
Kami berempat mengantri mandi di
kamar mandi bersama. Untungnya kamar kami tidak jauh tapi juga tidak terlalu
dekat dengan kamar mandi, sehingga kami bisa memantau keadaan di kamar mandi,,,
hihihi..
Setelah mandi, beres-beres dan breakfast
kami menitipkan tas ke pemilik hostel. Dari Hostel mulailah petualangan,,
seperti biasa, bertanya adalah hal terbaik yang harus aku lakukan. Bertanya, bertanya
dan bertanya hingga sampailah di MRT Bugis. Dari MRT Bugis ke Outram, dari Outram
ke Harbour. Keluar udah di Vivo City, foto-foto bentar, lanjut ke Sentosa
Island.
Turun di Sentosa Island lansung deh
tu foto-foto semua yang bisa di foto.
Beberapa foto wajib kita :
Candylicious |
Universal Studio |
Puas foto-foto di Sentosa, kami
balik dari Sentosa ke Vivo City, Harbour ke Outram, Outram ke Raffles. Keluar
di Raffles tanya lagi. Menurutku MRT di sini lumayan susah dicari tempatnya dan
di cari arah keluarnya. Seperti MRT Raffles ini, keluarnya ga dipinggir jalan,
melainkan terkurung diantara gedung-gedung tinggi. Karena itu, tanya lagi.. he.
Kami mengikuti saja petunjuk menuju
Merlion Park yang berhasil kudapatkan dari bertanya. Jalan lagi, kalo ada objek
yang unik kami sempatkan untuk berfoto. Setelah melihat Marina Bay Sand Hotel
kami teruis menyisir jalan sambil berfoto sampai ke Merlion Park, sambung
Esplanade, lanjut Stadion, kemudian Helix Bridge, Singapore Flyer, Art Science
Museum, Marina Bay Sands, baru Garden by the bay. Perjalanan ini luar biasa
melelahkan, mencapekkan, mengerikan. Tempat-tempat wajib kunjung ini memang
satu kompleks dan berdekatan, namun satu lokasi memiliki lahan yang sangat luas
sehingga kaki sampai gempor. Ditambah lagi cuaca yang sangat puanas menyengat. Satu-satunya
tempat yang adem adalah ketika berada persis dipinggir pagar pembatas dengan
patung Merlion. Walo panas, tapi pias-pias semprotan air yang di keluarkan
dimulut patung membuatku bagai berada diruang ber AC.
Saking capeknya kami hampir puas hanya
berjalan sampai di Silver Garden, tapi teman-teman menyemangatiku untuk terus
maju hingga ke Supertrees Groove. Begitulah perjalanan kali itu, sangat
melelahkan dan luar biasa capek dan tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.
Kami pulang lewat MRT Bay Front yang
jalannya juga jauuuuh banget namun cukup eksklusif lorongnya karena dipenuhi
kaca-kaca dan gambar-gambar bunga berwarna warni. Turun di MRT Bugis, tinggal
mengingat-ingat jalan tadi pagi aja. Sampai Hostel teman-teman numpang sholat
dulu, kemudian kami lanjut jalan kaki ke Queen Street Terminal. Haduuuu jalan
lagi mana bawa tas lagi. Tapi itulah kenyataan yang kami hadapi, ya jalan lah
tanpa henti dan sebisa kaki melangkah. Sampi di QST ternyata antrian udah
puanjaaaaang banget dan terminal bus ini tidak seperti terminal pada umumnya
karena hanya sebuah tempat lapang yang diisi beberapa bus. Calon penumpang
berdiri berbaris diluar pagar. Tak ada kursi satupun dan sadisnya calon
penumpang hanya berdiri menunggu tanpa ada aktifitas kecuali ketika bus datang
yang segera diiringi dengan acara membeli tiket. Jika satu bus sudah full, maka
calon penumpang kembali menungggu untuk bis selanjutnya.
Karena sudah full, satu bus berlalu
dari hadapan kami dan kami harus menunggu bis berikutnya. Kebetulan aku berdiri
persis dibelakang calon penumpang yang berdiri di depan penjual tiket. Kami
sempat mengobrol. Beliau bersama isteri dan anak bungsunya. Bapak ini dan
penjual tiket cukup baik, memberi banyak informasi untuk kami. Dan lucunya si
Bapak sekalian mempromosikan anaknya kepada kami, siapa tau mau punya suami
orang luar negeri katanya. Anaknya seorang polisi di Malaysia. Pas banget
anaknya ada, ganteng siii, tapi tipe anak mami gitu, hehehe...
Pas bis dateng, si Bapak mengingatkan
isterinya untuk membantu kami. Tapi kami ambil empat kursi paling depan,
sedangkan keluarga itu ambil kursi di tengah sehingga kami terpisah. Hari sudah
mulai magrib ketika kami melewati Little India, tempat yang tidak sempat kami
singgahi.
Sampai di Woodland Chekpoint, semua
orang berlari menuju loket imigrasi. Loketnya begitu banyak dan begitu banyak
orang sedang mengantri. Aku teringat cerita di beberapa blog, katanya cari aja antrian
yang paling pendek. Ku ikutilah. Pas mengantri, seseorang disebelahku melihat
paspor yang aku bawa dan dia berkata “Kad putih disebelah sane” tangannya
sambil menunjuk antrian dibagian kanan yang lebih sedikit. Aku ikuti saja
diiringi teman-teman di belakang. Dan kami lolos. Ternyata “kad putih” yang dia
maksud adalah bagi WNA yang dalam perjalanan yang mengisi kartu imigrasi ketika
di pesawat.
Tantangan tidak berhenti disitu,
kami keluar kembali dengan kebingungan dan terus saja mengikuti arak-arakan
orang berjalan. Tiba diluar cukup banyak bis terparkir dan orang berebutan
naik. Bis yang kami naiki malah ga ada, tapi ada yang mirip. Aku teringat lagi
cerita yang ku baca bahwa setelah dari imigrasi, kita boleh naik bis mana saja
ke imigrasi selanjutnya. Naiklah kami ke bis yang mirip itu sehingga sampai di
imigrasi Malaysia Bangunan Sultan Iskandar (BSI) di Johor Bahru. Lagi-lagi pemandangan
seperti tadi, begitu banyak loket dan antrian yang puanjang. Kami mabil antrian
paling kanan dan lolos.
Ada yang beda, disini orang-orang
mulai berkurang dan kami tidak melihat bis yang mirip. Aku bertanya kepada
petugas yang kemudian menunjuk tempat parkir bis yang diseberang. Setelah lama
menunggu, tak ada tanda-tanda bis akan datang, mana sunyi dan ajaibnya, hanya
kami berempat yang menunggu bis itu. Lama nian menunggu ditengah malam di
kampung dan dinegara orang. Aku dan Tia lalu menyebrang membeli dua botol air
mineral. Aku surprize dengan harganya, hanya 1 ringgit per satu botol. Beda
banget dengan di Singapur yang semuanya muahaaaallll... Temenku bahkan ada yang
sekali makan di Singapur habis sekitar 500rb rupiah, ketipu ato apa katanya
bingung,, hahaha...
Bis yang ditunggu akhirnya tiba, ga
lebih dari setengah jam, kami tiba di Terminal Larkin. Kami langsung mencari Mushola
dan ada Mesjid di atas di lantai 4, masih di bangunan itu. Semua tas kami
letakkan disana dijaga kak Tuti dan Kak Aulia sedang aku dan Tia turun kebawah
membeli tiket. Harga tiket lumayan murah persis seperti yang di ceritakan di
beberapa blog, 34 RM.
Karena perjalanan dengan Bis dari
Larkin ke KL memakan waktu 4 jam, maka aku dan Tia memilih keberangkatan pukul
11.45 malam, berharap bis akan berjalan lambat sehingga tiba di TBS pukul 5
pagi.
Sambil menunggu bis, kami istirahat
di Mesjid An Nur. Kami cuci muka dan bersikat gigi seperti kebiasaan akan pergi
tidur. Tapi tak sempat benar-benar istirahat kami diberi peringatan bahwa
mesjid akan segera ditutup, terpaksa deh turun ke bawah, nangkring di dekat loket-loket penjualan tiket.
Wajah-wajah pasrah :-) |
Mengisi waktu menunggu bis, aku
berbincang dengan seorang cowok didepanku. Ternyata dia orang Padang yang
bekerja di Johor. Aku memang suka berkenalan dan berteman dengan orang-orang
baru apalagi orang yang tinggal berbeda daerah denganku. Aku bisa bertukar cerita
tentang budaya, kebiasaan, cuaca bahkan situasi politik dengan teman di daerah
lain.
0 komentar :
Posting Komentar