Pages

Assalamualaikum... Selamat datang di duniaku, enjoy my blog

Kamis, 01 Januari 2015

JJ Denpasar part 4

Jam 5 subuh aku bangun untuk sholat subuh. Ku lihat Sarah dan Tara masih rapi tertutup selimut. Selesai sholat, ku lanjutkan ritual tidurku. Suasana pagi yang mendung dan dingin membuatku betah dalam selimut.

Sekitar jam 8 pagi aku kembali terbangun dan tersadar bahwa aku sedang berada di Bali, lebih-lebih ini adalah hari terakhirku. Aku harus bangun dan pergi jalan-jalan, lagian istirahatku pun sudah cukup.

Aku teringat ketika Mei yang lalu aku bersama tiga orang teman tiba di Bandara Changi pukul 00.25 waktu Singapore dan kami harus menempuh waktu setengah  jam perjalanan menuju hostel. Sampai di hostel pun kami harus berbenah sampai waktu menunjukkan pukul setengah 3 dini hari. Ketika bangun pagi harinya, kami tidak bisa bermalas-malasan. Kami saling mengingatkan bahwa kami sedang berada di Singapore dan rugi besar jika datang jauh-jauh ke Sg hanya untuk tidur.
Itulah awal ceritaku di Singapore, mana ceritamu? J

Menyadari itu, aku segera ke kamar mandi, dandan dan jalan lagi. Kali ini tujuanku masih sama, yaitu Pura Taman Ayun di Menguwi. Bu Nen lah yang mengusulkan untuk pergi kesana. Tadinya aku mau pergi ke Pura Besakih, tapi Bu Nen setengah melarang karena lokasinya yang lumayan jauh.

Males bertanya seperti hari-hari kemarin, ku gunakan GPS seperti saran Bu Nen (lagi). Kurang lebih 1 jam perjalanan, akhirnya sampailah aku di Pura Taman Ayun Menguwi.

Setelah memarkir motor, kuikuti arak-arakan orang berjalan. Beberapa meter dari gerbang aku harus mampir di loket untuk membeli tiket masuk. Nah disinilah aku mulai teringat, sepertinya aku sudah pernah antri seperti ini. Masuk ke dalam aku teringat lagi suasana-suasana lain. Naik ke atas, melihat pohon bambu dan sungai di bawahnya, aku makin yakin bahwa aku memang sudah pernah kesana. Tak apalah, hitung-hitung reunian sama bangunan dan pohon-pohon disini.
Pura Taman Ayun
Kedatanganku 4 tahun yang lalu kesini adalah full untuk jalan-jalan. 3 hari di Lombok dan 2 hari di Bali. Karena malam itu ada masalah pada pesawat yang aku tumpangi, sehingga aku harus merelakan 1 malamku di Surabaya. Di Lombok pun tidak sesuai rencana karena jadwalku terganggu dengan masalah penerbangan tadi.

Tidak ingin repot, di Bali aku hanya menyewa taxi untuk mengantar ke tempat-tempat tujuan wisata. Pak supir membawaku ke Tanah Lot, Bedugul, Joger dan satu tempat lain yang aku tidak tahu namanya. Seingatku, tempat itu berdekatan dengan beberapa kantor. Nah sekarang aku baru tahu bahwa tempat itu bernama Pura Taman Ayun yang terletak di Menguwi.
Foto-foto alone deh :(
Hari itu, sepertinya Mila sedang patah hari dan butuh teman untuk curhat. Dia meneleponku dan menceritakan kisah sedihnya di hari sabtu.
Dari kisah itu, aku menyadari bahwa aku harus bersyukur bisa jalan-jalan, sendirian lagi dan tak perlu repot mengurus orang lain. Tapi tetap saja, seberat apapun mengatur teman, seseram apapun penginapan, sesusah apapun mencari makanan halal, sesedih apapun ingin sholat dan sejauh apapun ketika nyasar, kayaknya tetap lebih tenang jika ada teman walo hanya seorang.
Motor pinjaman, haha..
Disaat-saat seperti ini, aku jadi merindukan teman-temanku yang ribut, bawel, cerewet bertanya dan minta ini itu. Tapi itulah seninya jalan-jalan bareng teman, bisa berbagi duka dan suka bersama.
Hari sudah siang, kuputuskan untuk kembali dan tidur siang saja dikamar. Haha.. inilah kebiasaan yang susah untuk ku buang. Meskipun sedang jalan-jalan, tetap ku sempatkan untuk tidur siang meskipun hari sudah sore :D.

Jam 12 siang aku sudah berada di Jl. Cokroaminoto, seingatku disini ada mesjid yang lumayan besar dan pastinya jika ada mesjid, maka akan ada pula tempat makan halal. Benar saja, sebelum sampai mesjid, aku melihat tulisan “Warung Barokah” dengan lambang halalnya. Kuparkir motorku, mepet persis di pinggir jalan. Menu yang kupilih adalah rawon dan es teh manis. Pas banget dinikmati saat cuaca panas dan gerah seperti ini.
Warung Barokah
Nasi rawon dan es teh pun alhamdulillah habis ku lahap. Perjalanan berlanjut menyisir pinggiran menuju mesjid yang berada hanya beberapa ratus meter dari warung Barokah.

Setelah memarkir motor, telingaku menangkap suara riuh. Ternyata suara itu berasal dari arak-arakan di jalan raya. Ku tanya mbak-mbak yang baru keluar dari mesjid. Si mbak-mbak bilang kalo itu adalah arak-arakn untuk upacara Ngaben. Aku langsung mengambil beberapa gambar sambil terus berjalan mendekat. Sebenarnya pengen banget untuk menyeberang agar dapat menyaksikan dari dekat, tapi pakaianku melarangnya. Akan sangat kontras jika aku mendekati upacara itu. Si ibu yang berdiri disampingku mengatakan bahwa tidak apa-apa jika aku ingin ikut masuk dan menyaksikan langsung. Tapi kembali lagi, aku merasa sangat berbeda dan para Pecalang yang mondar mandir di gerbang kuburan membuatku mengurungkan niat.
Ngaben
Dengan berat hati kumatikan kamera dan balik arah menuju mesjid. Air wudhu yang dingin seketika meluruhkan kepenatanku, rasanya ademmmm..
Akibat keseringan jalan sendalku sampai jebol :D
Usai sholat kuputuskan untuk ke rumah Mas Kresna mengembalikan motor yang sudah 2 hari ini ku sewa. Tapi sebelumnya aku mampir dulu di lapangan puputan hanya untuk sekedar bersantai.

Hari itu jalanan sekitar pusat kota sangat ramai dan macet dipenuhi mereka yang berpakaian adat khas Bali. Kulihat di sebuah rumah, para laki-laki berkumpul membuat sesuatu yang terbuat dari daun kelapa gading berwarna kuning. Entah apalah namanya.

Satu hal yang tidak kusukai dari Denpasar adalah jalannya yang kebanyakan satu arah. Aku benar-benar bingung dan kesal dibuatnya. Seingatku, ada dua kali aku mengelilingi jalan yang sama dikarenakan jalan satu arah ini. Jalan yang seharusnya lurus akan berbelok jika sedang ada ritual sembahyang, ini membuatku pusing untuk mencari jalan untuk kembali ke jalur awal. Andai itu jalan yang lancar, mungkin akan sedikit menghemat waktuku dan tidak perlu berpanas-panas ria serta berdebu.

Dengan susah payah dan masih mengandalkan GPS, tibalah aku di Kantor Pajak Pratama Badung. Rumah Mas Kresna berada persis diseberang kantor ini. Kepada Mas Kresna, ku serahkan motor, kunci, STNK serta sejumlah uang kekurangan sewa.

Aku diantar pulang oleh Pak Jamali, ojek langganan Mas Kresna. Sampai kamar aku bersih-bersih, sholat, lalu tidur. Kedua teman Kanada ku sedang tidak ada. Bangun tidur aku segera mandi. Keluar dari kamar mandi, betapa terkejutnya aku menyaksikan pemandangan dihadapanku.

Jujur, sampai kali ke dua pergi ke Bali, aku tidak pernah berpikir akan pergi ke pantai apalagi hanya untuk menyaksikan bule-bule berjemur dengan pakaian yang sangat minim. Nah kali ini aku sedang berada dikamar, bukan dipantai, tapi pakaian Sarah dan Tara membuatku seperti sedang berada di pantai. Ku lihat Sarah sedang duduk dikursi dengan hanya memakai bikini. Tara pun tidak jauh berbeda, hanya saja dia sedang duduk di bednya dan sedikit tertutup oleh selimut.

Mereka menyapaku ramah. Ku atur ekspresiku senormal mungkin. Ku pikir mereka pasti mengira aku sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Kami mengobrol sedikit tentang pengalaman hari itu. Mereka bercerita tadi pergi ke pantai untuk berjemur sampai kulit mereka terbakar dan kemerah-merahan. Aku bercerita tentang Pura Taman Ayun yang siang itu aku kunjungi.  Kubilang juga bahwa aku akan bersiap pergi lagi malam itu dan merekapun pamit untuk makan malam di bawah.


Karena Bu Nen janji menjemput jam 7 malam, akupun menyalakan laptop mencoba mendownload film untuk mengisi waktu. Sampai tiba-tiba “Hai..” kudengar sebuah sapaan yang ku jawab juga dengan “hai..” dengan logat yang di inggris-inggris kan. Ku kira Sarah ato Tara yang naik lagi karena ketinggal sesuatu, eh ternyata Bu Nen yang nyelonong aja masuk ke kamarku.
Tuk rebahan dengan cueknya
Sebelum berangkat, kami sempatkan sholat bergantian dikamar. Untungnya Sarah dan Tara sedang tidak ada. Aku memang kurang enak untuk sholat jika ada mereka, makanya aku pilih untuk sholat lebih malam setelah mereka tidur. Beda dengan Bu Nen yang cuek, karena sholat didepan non muslim, sudah menjadi kebiasaan sehari-harinya.

Malam itu Bu Nen mengajakku ke pantai Kuta. Menyusuri Legian, Bu Nen bercerita sedikit tentang tragedi Bom Bali. Tentang restoran ibunya, tentang teman-temannya yang bekerja di hotel di Legian sampai pasiennya yang belum sembuh karena trauma Bom Bali.

Bu Nen menghentikan motornya di parkiran pinggir pantai. Awalnya aku menolak diajak ke pantai, tapi kata Bu Nen, ini supaya nanti jika aku ditanya “apa sudah pernah ke pantai Kuta?” Aku bisa jawab dengan kata “sudah” , hehe.. bener juga.

Suasana di pantai Kuta sangat gelap. Kami duduk menghadap laut, dari jauh terlihat kerlap kerlip lampu batas aman untuk berenang, itu juga kata Bu Nen, hihi.. Tadinya kupikir cahaya itu datangnya dari mercusuar. Percikan kembang api dari jarak yang tidak terlalu jauh dengan pantai, membuat malam itu sudah seperti malam tahun baru ato bisa juga sebagai ucapan perpisahan karena malam itu adalah malam terakhirku di Bali. Setelah kembang api behenti, Bu Nen mengajakku untuk makan.

Sebelumnya aku tidak pernah makan makanan aneh apalagi yang berasal dari luar negeri. Aku di Bangkok tidak ada kepikiran untuk nyobain Tom Yum, di Kuala Lumpur pun tidak ada niat untuk mencoba Nasi Lemak. Padahal makan seperti itu sangat mudah di dapat di negara asalnya.

Oleh Bu Nen aku setengah dipaksa makan Tom Yum dengan syarat jika aku tidak suka, Bu Nen akan membantu menghabiskan. Minuman yang dipilihkan Bu Nen untukku malam itu adalah Cool Thai Tea, jadi malam itu dinnerku bertema Thailand. Bu Nen pilih Takoyaki dan minumnya yang aku lupa namanya, yang pasti minuman itu sudah tertukar ketika diambil, haha.. Sebelum makan, kami foto-foto dulu kayak abg-abg lain. Iih, malu-maluin ya, ha3..
Tarraaa.. !! makanan sudah siap..
Dan.. malam itupun harus berakhir. Bu Nen mengantarku pulang ke hostel. Setelah say good by, Bu Nen berlalu dari hadapanku. Horee.. akhirnya pulang juga.

Malam itu kembali turun hujan, lumayan lebat disertai kilat dan petir yang bergemuruh. Aku gelisah ga bisa tidur. Trauma itu datang lagi. Trauma naik pesawat, smpai-sampi aku bermimpi tertinggal pesawat.

Aku sering terjaga mendengar suara petir diluar. Ku lirik Sarah dan Tara juga sama sepertiku. Ada seberkas cahaya datang dari selimut Tara, ternyata jam segini dia juga ga bisa tidur.

Alarm hp ku berdering, tandanya aku harus bangun, mandi, sholat dan packing. Dengan badan yang agak kurang fit karena tidur yang terganggu tadi malam, tetap kupaksakan untuk bangun.

Aku berusaha menyusun barang dengan suara yang seminimal mungkin. Karena banyaknya titipan, kali ini koperku nyaris tidak muat. Alternatifnya kumasukkan sebagian barang ke dalam tas laptop. Akhirnya koperku yang malang ini harus ku buka juga resleting yang satunya supaya muat. Selesai packing ternyata Sarah dan Tara sudah bangun. Aku minta maaf karena mungkin aku berisik dan membuat mereka terbangun. Sebelum pergi, kuajak mereka berdua untuk foto bersama, sebagai kenang-kenangan.
Tara, Refma dan Sarah
Aku minta resepsionis untuk memanggilakn taxi tepat pukul 7 pagi. Itu karena aku tidak tahu bahwa jarak dari Hostel World ke Bandara Ngurah Rai Denpasar Cuma sekitar 15 menit perjalanan.

Kesanku selama tinggal di Hostel World, semua diluar dugaan. Staf semuanya ramah, kekeluargaan dan menjamin keselamatan serta kenyamananku disini. Terbukti selama dua hari dua malam aku tinggal disini, aku merasa benar-benar enjoy dan nyaman.
Tak lama sebuah taxi biru berhenti tepat di depan pelataran hostel. Tandanya aku harus mengakhiri obrolan pagi bersama mas resepsionis. Pak supir memasukkan koperku di bagasi belakang dan kemudian membukakan pintu untukku.
Mobil mulai melaju. Untuk terakhir kalinya kutolehkan pandangan ke arah hostel berwarna hijau daun itu. “Keep calm and save the trees”, tulisan itu terpampang jelas di dinding kamarku. Seperti pohon, hostel ini sudah menaungi dan melindungiku pada dua hari terakhirku di Denpasar.
Lagi apa bu? HEee..
Good bye Hostel World, good bye Bu Nena yang baik hati dan tidak sombong, good bye Denpasar.

I will always miss you all..

0 komentar :