“Aku hanya akan menyentuh bidadari, jika kamu mengijinkan”
Aku menatap layar HP. Dia selalu bisa
membuatku tersenyum.
“Cukuplah kamu untukku” Pria ini kembali
mengeluarkan kalimat romantisnya.
+++
Begitulah hari-hari yang kulalui satu tahun
terakhir. Siang malam diliputi kebahagiaan, memiliki Seorang suami yang sangat
menyayangiku.
Namaku Ninda Syaifitri terlahir dari
keluarga sederhana 30 tahun yang lalu.
Kami berkenalan secara tidak sengaja
disebuah meeting. Entah sejak kapan dia memperhatikanku, namun selama ini aku
kira dia hanya main-main. Tapi lama-kelamaan dia berkata serius menyukaiku dan
ingin segera melamarku.
Namanya Abimanyu, terlahir lima tahun
lebih muda dariku.
Ketika aku mengetahui perbedaan umur
ini, aku sedikit ragu, tapi ternyata itu hanya ada dipikiranku. Keinginan kami
untuk menikah disambut hangat keluargaku juga keluarganya. Hanya tiga bulan
berselang semenjak perkenalan dan dua bulan persiapan, penikahan kami pun
berlangsung. Sebuah cincin emas putih serta seperangkat alat sholat menjadi
pelengkap kebahagiaan kami.
Hari-hari selanjutnya adalah hari-hari
terindah kami.
+++
“Nda..” Katanya suatu hari, “Pas aku
beli sepeda motor ini, aku nggak tau kenapa aku memilih ini, padahal aku tidak
tinggal disini” Pria ini berbicara sambil tersenyum disampingku.
“Lalu?” tanyaku penasaran.
“Sekarang aku baru tau Nda, ternyata
aku akan menemukan bidadariku di kota ini, kota yang Plat Nomor kendaraannya B”
jawabnya dengan senyum yang sangat manis.
+++
“Nda...” Sebuah sms kuterima.
“Ya..” jawabku malas.
“Nama kamu Ninda, aku biasa
memanggilmu “Nda”, mulai sekarang kata itu bukan lagi berarti “Ninda” melainkan
“Bunda”.
“Terserah kamu saja” jawabku ringan.
“Dan kamu tak apa memanggilku dengan
“Abi”, karena “Abi” disini kita artikan sebagai ayah, kamu setuju kan?”
tanyanya lagi.
“Iya, aku setuju”.
+++
“Nda..” Satu sms di kali berikutnya.
“Hmm..”
“Kamu percaya ga kalo kita memang berjodoh?”
“Kenapa?”
“Iya Nda, soalnya nama kita saja
panggilannya sudah berpasangan, Nda.. Bunda berarti ibu dan Abi berarti ayah”
“Oh ya..”
“Satu lagi Nda, kesamaan tanggal lahir
ayah kita. Bukankah ini merupakan tanda bahwa kita memang benar-benar berjodoh?”.
Belakangan kami memang sangat terkejut
karena mengetahui kesamaan tanggal, bulan dan tahun lahir kedua ayah kami.
Bahkan watak dan hobi mereka pun sangat mirip.
“Iya Abi, semoga saja ini pertanda
bahwa kita akan selalu bersama” Jawabku, kali ini dengan penuh harap.
+++
Suatu hari, aku pergi keluar kota
untuk urusan pekerjaan tanpa sepengetahuan Abi. Reservasi hotel dilakukan teman
atas namaku.
“Halo, dengan mbak Ninda?” tanya orang
diseberang sana.
“Iya benar” Jawabku.
“Mbak Ninda pesan kamar dihotel kami?”
ternyata telepon dari resepsionis hotel tempat kami akan menginap besok malam
di Jakarta.
“Iya mas” Jawabku singkat.
“Berapa kamar mbak dan untuk berapa
orang?”
“Dua kamar mas untuk tiga orang, dua
cewek dan satu cowok”
“Oke, satu kamar atas nama mbak Ninda,
satu kamar lagi atas nama pak Abi ya?”
“Enggak mas, atas nama pak Joni”
Jawabku bingung.
Dan betapa bahagianya, ketika subuh-subuh
sebuah ketukan mengejutkanku. ternyata Abi juga sedang berada di sana, di kota
yang sama, hotel yanga sama, lantai yang sama dan dia berapa dikamar yang persis
bersebelahan dengan kamarku. Malam itu kami hanya dipisahkan oleh tembok kamar.
Abi selalu menyebut hal seperti ini dengan “jodoh”.
+++
Pernah suatu ketika dia mengajakku ke
kampus tempat kuliahnya dulu. Kampus yang sangat sangat berngengsi dizamanku.
“Kata teman-teman, disinilah tempat
kuliah anak-anak pilihan” Kataku menatap puncak gedung dihadapan kami.
“Dan salah satunya adalah calon suamimu
ini” Ucapnya sambil menoleh kepadaku.
Senyumnya indah banget, sebuah senyum
kemenangan yang menyiratkan bahwa aku layak bangga padanya.
+++
“Mbak Ninda, tunggu sebentar ya,
Auditornya masih sibuk semua, silakan duduk dulu” Sapa ramah pak Joko yang menyambutku.
“Iya, makasih pak” ucapku disertai
senyum seadanya.
Pikiranku tertuju pada pemandangan
persis di sebelah kanan ku berdiri. Apa yang aku lihat telah membuat dadaku
sesak dan seluruh sendi kakiku kaku. Seorang wanita muda sedang duduk didepan
meja Abi. Wanita itu asyik dengan HP ditangannya tanpa memperdulikan
orang-orang disekeliling. Abi juga sedang sibuk, matanya turun naik kebawah bergantian
memperhatikan kertas diatas meja serta layar komputernya. Saking sibuknya, sehingga
sepertinya Abi tidak sadar akan kehadiranku.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul
13.30 wita, aku ijin ke mushola untuk menunaikan sholat zuhur. Didepan mushola
Abi sudah menunggu, menyuruhku bersegera berwudhu. Dia menungguku untuk sholat
berjamaah di mushola yang sudah mulai kosong. Ketika akan mengambil mukena, ternyata
ada orang lain disana yang telah siap dengan mukenanya. Aku penasaran dan
mencoba berbincang ringan dengannya. Dia ramah sehingga aku nyaman untuk
menanyakan beberapa hal yang membuatku penasaran. Dari situ aku tau ternyata
dia adalah adik kelas dari adik-adikku yang artinya dia lebih muda sepuluh
tahun dariku dan kami tinggal dikota yang sama.
“Ehm..”
Tiba-tiba terdengar suara Abi
berdehem, tanda bahwa dia telah siap untuk sholat. Aku, tepatnya kami berdua
langsung paham dengan isyarat itu dan seketika menutup mulut lalu mengikuti Abi
mengangkat takbir.
Pulang kantor aku langsung kerumah
Dian. Kuceritakan semua yang kualami hari ini padanya. Dadaku semakin sesak, tak
terasa air mataku mengalir.
“Nda.. ikhlaskan Abi. Pasti ada
laki-laki lain yang lebih baik untukmu” Ucap Dian mencoba menghiburku.
“Tapi aku ga bisa Dian" Jawabku
terbata.
“Ninda, aku tahu ini berat buat kamu,
tapi kamu harus realistis, hubungan kalian terpisah jarak umur yang belum bisa
diterima oleh orang tua Abi. Sadarlah Nda, kita hidup didunia nyata”.
Tiba-tiba kepalaku terasa sangat
berat. Aku tersadar, bahwa pernikahan itu hanya ada dalam khayalanku.
+++
“Nda, bangun” Suara Dian membuyarkan
lamunanku pagi itu. “Kamu harus segera ke kantor”.
Bergegas ku berdiri, bercermin. Dua
mata yang sembab, hidung yang merah serta rambut yang acak-acakan. Ingin sekali
aku menghilang dari dunai ini, namun itu tidak mungkin.. Inilah kenyataan yang
harus kuhadapi. Tiga bulan setelah pernikahanmu, baru tadi malam aku mengetahui
bahwa wanita itu lah yang menjadi isterimu kini, dia yang tinggal satu kota
denganku.
Abi, ternyata B itu bukan aku..
0 komentar :
Posting Komentar